Dasar Teori
Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Mekanisme kerjanya sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu (Wilmana, 2005).
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antiinflamasi terbagi dalam 2 golongan yaitu : (Kresnamurti, 2013)
Golongan steroid : bekerja dengan cara menghambat pelepasan PG dari sel-sel sumbernya. Contoh : kortikosteroid
Golongan Non steroid : bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan pada biosintesa PG. Contoh : Aspirin, Indometasin, Fenilbutason.
Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat ini juga memiliki efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Selain itu, kebanyakan obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam seperti pada lambung, ginjal dan jaringan inflamasi. Jelas bahwa efek obat maupun efek sampingnya akan lebih nyata di tempat dengan kadar yang lebih tinggi (Wilmana, 2005).
Terapi ditujukan pada penekanan gejala-gejala, mengurangi kehilangan fungsi dan memperlambat proses destruktif. Pada penggunaan jangka panjang dianjurkan dengan tambahan suatu penghambat asam lambung (omperazol, pantoprazol) atau H2 blocker (kaptopril, enalapril), atau pula zat pelindung mukosa misoprostol guna mencegah terjadinya tukak lambung. Sebaiknya dilakukan eradikasi dari kuman Helicobacter pylori sebelum dimulainya pengobatan menahun dengan NSAIDs (Tjay dan Rahardja, 2006).
Obat-obat AINS ditinjau dari segi efektivitasnya dapat dibagi dalam 3 kelompok : (Kresnamurti, 2013)
Efek antiinflamasi lemah : Paracetamol
Efek antiinflamasi ringan :
Derivat asam propionat : Fenbufen, Ketoprofen, Ibuprofen, Naproksen
Derivat asam fenamat : Asam Mefenamat
Obat non asam : Nabumeton
Efek antiinflamasi kuat :
Derivat asam salisilat : Aspirin, Diflunisal, Benorilat, Salsalat
Derivat pirasolon : Oksifenbutason, Antipirin, Aminopirin
Derivat Indol Asam Asetat : Diklofenac, Indometasin, Sulindak, Tolmetin
Derivat Oksikam : Piroksikam
Bahan dan Alat :
Hewan percobaan : tikus putih (Wistar)
Berat badan : ± 100 g dipuasakan 8 jam sebelum eksperimen (minum ad libidum)
Alat pengamatan yang diperlukan :
Pletysmometer air raksa yang prinsip kerjanya berdasarkan Hukum Archimedes
Bahan yang diperlukan:
Induksi : larutan karagenan 1% dalam air suling (dibuat semalam sebelum eksperimen digerus dengan PGA). Volume penyuntikan 0,1ml (sub cutan, intra planar)
Obat :
Profenid (ketoprofen) 5% Dosis: 50 mg/ 70 kgBB
Voltaren (Na. Diklofenac) 2,5% Dosis : 50 mg/ 70 kgBB
Rute penyuntikan obat : intraperitoneal
Perhitungan dosis:
Voltaren (Na. diklofenac) 2,5 %
Dosis 50 mg/70 kgBB
Berat Tikus = 160 g
Konversi = 0,018 x 50 mg = 0,9 mg untuk BB 200 g
7,2 x 10-4 g untuk BB 160 g
Dosis obat = 2,5% = 2,5 g 100 ml
7,2 x 10-4 g x= 0,0288 ml
Pengenceran = 0,0288/0,05 X 0,1 ml
= 0,0576 ≈ 0,6 ml untuk disuntikkan
Profenid (Ketoprofen) 5 %
Dosis 50 mg/70 kgBB
Berat tikus = 160 g
Konversi = 0,018 x 50 mg = 0,9 mg untuk BB 200 g
7,2 x 10-4 g untuk BB 160 g
Dosis obat = 5% = 5 g 100 ml
7,2 x 10-4 g x= 0,0144 ml
Pengenceran = 0,0144/0,05 X 0,2 ml
= 0,0576 ≈ 0,6 ml untuk disuntikkan
Eksperimen :
Pada eksperimen ini metode yang digunakan adalah penghambatan pembengkakan udem pada telapak kaki tikus putih dengan induksi karagenan.
Prinsip :
Suntikkan subcutan karagenan pada telapak kaki belakang tikus sehingga menyebabkan udem, yang dapat diinhibisi oleh obat antiinflamasi yang diberikan sebelumnya. Volume udema diukur dengan alat Pletysmometer dan dibandingkan terhadap udem yang tidak diberi obat antiinflamasi dinilai dari presentase proteksi yang diberikan terhadap pembentukan udem.
Skema Kerja Praktikum
Sebelum mulai percobaan, tikus ditimbang berat badannya kemudian diberi tanda untuk tiap-tiap tikus.
Dengan spidol berikan tanda batas pada sendi kaki belakang kiri/kanan untuk setiap tikus. Hal ini bertujuan agar pemasukan kaki ke dalam air raksa setiap kali selalu sama.
Pada tahap awal, volume kaki setiap tikus diukur dan digunakan sebagai volume dasar untuk setiap tikus (volume kaki saat t=0). Pada setiap kali pengukuran volume supaya diperiksa tinggi cairan pada alat dan dicatat sebelum dan sesudah pengukuran, usahakan jangan sampai ada air raksa yang tumpah.
Penyuntikan dapat dilakukan dengan 2 cara:
Cara A:
Suntikkan karagenan secara intraplantar sebanyak 0,1 ml, pada telapak kaki kiri/kanan tikus yang telah ditandai, biarkan selama 5 menit dan ukur volume oedema yang terjadi.
Setelah itu suntikkan obat secara i.p
Catat volume kaki 10, 15, 30, 45 dan 60 menit setelah penyuntikan obat, untuk menghitung presentase inhibisi edema.
Atau
Cara B:
Suntikkan karagenan secara intraplantar sebanyak 0,1 ml pada telapak kaki kiri/kanan tikus yang telah ditandai. Setelah itu langsung suntikkan obat secara i.p
Lakukan pengukuran volume kaki yang disuntik karagen setiap 10, 15, 30, 45, dan 60 menit setelah penyuntikan obat, untuk menghitung prosentase inhibisi oedema. Catat perbedaan volume kaki untuk setiap pengukuran.
Selanjutnya untuk setiap kelompok dihitung presentase inhibisi edema dan bandingkan hasil yang diperoleh untuk kelompok A dan B.
Rumus yang digunakan untuk % inhibisi edema adalah sbb:
Volume rata-rata kelompok control – rata-rata kelompok obat X 100%
Rata-rata kelompok control
Pembagian kelompok
Kelompok I kontrol : disuntikkan karagenan tanpa obat
II cara A obat Profenid
III cara A obat Voltaren
IV cara B obat Profenid
V cara B obat Voltaren
Hasil Praktikum
Tabel Pengamatan
Metode A
Kelompok |
BB (g) |
Vol.dasar |
5’ |
10’ |
15’ |
30’ |
45’ |
60’ |
Rata2 |
Kontrol |
180 |
37,6 |
37,7 |
37,8 |
37,8 |
37,85 |
37,8 |
37,8 |
0,19 |
Profenid |
150 |
50,9 |
51 |
51,29 |
51,3 |
51,4 |
50,9 |
51,0 |
0,25 |
Voltaren |
160 |
30,2 |
30,3 |
30,3 |
30,35 |
30,45 |
30,35 |
30,3 |
0,14 |
Metode B
Kelompok |
BB (g) |
Vol.dasar |
10’ |
15’ |
30’ |
45’ |
60’ |
Kontrol |
|
|
|
|
|
|
|
Profenid |
120 |
30,4 |
30,45 |
30,4 |
30,4 |
30,4 |
30,35 |
Voltaren |
170 |
52,34 |
52,36 |
52,36 |
52,35 |
52,35 |
52,35 |
Hasil Pengamatan
Metode A
% inhibisi edema (Profenid) = ((0,19-0,25)/0,19) X 100 % = -31,5%
% inhibisi edema (Ketoprofen) = ((0,19-0,14)/0.14) X 100 % = 35,7%
Pembahasan
Inflamasi diartikan sebagai suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek obat-obat antiinflamasi terhadap hewan coba tikus. Alasan pemilihan tikus sebagai hewan coba adalah agar pengamatan terhadap pembengkakan kaki tikus mudah diamati dan diukur.
Dalam percobaan ini digunakan 2 jenis obat yaitu diklofenac dan ketoprofen. Tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 8 jam, hal ini bertujuan untuk mengurangi variasi biologis yang mungkin dapat terjadi sehingga efek obat yang diinginkan dapat cepat diamati. Selanjutnya tikus diinduksi dengan larutan karagenan 1% pada kakinya sehingga kelihatan membengkak. Kemudian diukur volume edema yang terjadi dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar efek obat-obat antiinflamasi tersebut dalam mengurangi bengkak atau peradangan pada kaki tikus yang telah diinduksi.
Setelah pengukuran tadi, tikus diberi intraperitoneal obat antiinflamasi. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa obat yang memberikan efek antiinflamsasi adalah Na diklofenac. Sedangkan pada ketoprofen didapatkan hasil negative yang artinya tidak memberikan efek antiinflamasi. Hal ini bisa disebabkan karena berbagai factor kesalahan :
Kaki tikus yang diinduksi tidak terlalu bengkak
Kesalahan dalam pembacaan hasil pengamatan
Kesalahan dalam pemberian dosis obat yang tidak akurat
Tikus yang digunakan dalam percobaan tidak dipuasakan
Daftar Pustaka
Tjay, T. H. dan Rahardja, K., 2006, Obat-Obat Penting; Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, 5 ed, Jakarta, Elex Media Komputindo.
Kresnamurti, A., 2013, Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi Toksikologi, Surabaya, UNIKA Widya Mandala.
Wilmana, P.Freddy, 2005, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam: Farmakologi dan Terapi, 5 ed, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http://digilib.unsri.ac.id/download/jstf_v12_2_07_erlina090814.pdf
http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/868.%20evy%20tri.pdf